Thursday 5 April 2018

Membaca Kota Lewat Street Photography

Anjing, binatang peliharaan yang satu ini begitu familiar di masyarakat Indonesia. Sejak kapan di kota Malang terlihat sang majikan mengajak jalan-jalan anjingnya? Mengapa dulu tidak ada/jarang terlihat dan sekarang marak? Apa penyebabnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan membaca foto street.

Malang, Juni 2011

Suatu saat (Juni, 2011) di salah satu sudut kota Malang, saya sempat memotret seseorang yang baru turun dari mobil dengan membawa seekor anjing. Sambil menyebrang jalan, sosok wanita tersebut membiarkan anjingnya berjalan sendiri dan dikontrol melalui sebuah rantai. Pemandangan yang tak lazim saya temui di jalanan kota Malang. Bahkan banyak yang mengira lokasi foto tersebut di luar negeri.

Enam bulan kemudian (Desember, 2011), Pemkot Malang membuka ruang publik baru yaitu area Car Free Day (CFD) di sepanjang jalan Ijen setiap hari minggu pagi. Sembilan bulan kemudian (September 2012), mulai terlihat ada pengunjung CFD yang membawa anjing peliharaannya jalan-jalan. Sebulan setelahnya, pergerakan trend ini semakin masif bahkan terlihat terkoordinir rapi melalui komunitas pecinta anjing. CFD menjadi ruang berekspresi, sosialisasi sekaligus pemicu munculnya trend baru dalam kasus anjing ini.

Malang, Juli 2014

Meningkatnya animo masyarakat kota Malang terhadap anjing, menjadi lahan bisinis baru bagi sebagian masyarakat. Puncaknya terjadi pada tahun 2013, hampir setiap sudut jalan strategis di kota Malang (misal jalan Veteran, jalan Ijen) mudah ditemui pedagang yang menawarkan anjing dengan berbagai ras. Bahkan Splendid, pasar hewan legendaris ikut ambil bagian terhadap trend baru ini.

Malang, Augustus 2013
 
Satu contoh lagi bentuk penggunaan street photography dalam membaca kota yaitu untuk  melihat perubahan-perubahan dalam ruang publik. Hampir setiap kota di Indonesia mempunyai ruang publik, Salah satunya alun-alun kota. Bagaimana Pemkot setempat mengelola ruang publik tersebut? Apakah jelas segmentasinya? Cocokkah desainnya dengan segmentasi tersebut? 

Malang, Februari 2011

Bagi masyarakat kota Malang, alun-alun Merdeka sangat familiar sebagai tempat rekreasi keluarga (pagi maupun sore hari), lebih-lebih ketika di akhir pekan. Lazimnya anak-anak, berlarian dan memanjat menjadi akitifitas fisiknya. Maka tidak mengherankan jika pohon yang tumbuh di alun alun Merdeka menjadi salah satu permainan favorit bagi mereka. 
 
Berbagai macam moment yang berkaitan dengan hal tersebut sudah banyak saya abadikan.  Namun sejak Juni 2015-pasca make over alun alun menggunakan dana CSR-moment tersebut sulit untuk ditemui. Desain baru alun-alun lebih ramah terhadap anak-anak, aktifitas panjat-memanjat terfasilitasi dengan wahana permainan baru. 

Malang, Mei 2017

Anjing dan alun alun hanyalah sebagian contoh kecil pengaplikasian street photography untuk pembacaan kota. Masih banyak penanda-penanda ruang kota yang dapat dibaca melalui foto-foto street, bukan sekedar pencapaian estetika visual. Ketika estetika visual menjadi orientasi utama, disitulah street photography mati.

Malang, Maret 2017

Banyak praktisi street saat ini terkubur di kotanya sendiri. Jika bernasib baik pun, mereka tersesat di ruang publiknya sendiri. Proses pengamatan, berbaur dan menganalisa lingkungan inilah yang menjadi ruh street photography. Sematkan ruh ini dalam kegiatan sehari-hari, agar kalian bisa membaca kotamu dan menceritakan ulang ke orang lain melalui media visual.  


Ichwan ”Boljug” Susanto 
Sarjana perikanan kelahiran kota Banyuwangi 39 tahun silam yang kini menetap di kota Malang. Kegiatan fotografinya hanya bisa dijalankan ketika weekend karena weekdays harus menjalani rutinitas sebagai karyawan pabrik di Surabaya. Workshop dokumenter ”Malang Sekarang” yang diadakan pada tahun 2009 oleh MAMIPO (Malang Meeting Point) menjadi pendidikan/pengalaman formal pertamanya dalam dunia fotografi. Mendokumentasikan kota dan lingkungan sekitarnya menjadi pilihan bapak dari 3 orang anak ini. Bersama beberapa rekan penggiat street photography di kotanya, pada tahun 2012 mendirikan komunitas Walking In Ngalam (www.walkingalam.com).

No comments: